Senin, 15 September 2008

DINAMIKA PENGATURAN PERIZINAN KAPAL ASING ( UPAYA MEMPERKUAT ARMADA PERIKANAN NASIONAL)

Keberadaan kapal asing di Indonesia sudah mulai diatur pertama dalam Peraturan Sb. 1938 No. 201, 1940 No. 40 dan 50 tentang Peraturan Pendaftaran kapal-kapal nelayan laut berbendera asing. Peraturan tentang pungutan bagi penanaman modal asing bagi usaha perikanan pada awalnya diatur dengan Keppres No 8 Tahun 1975 tentang Pungutan Pengusaha Perikanan dan Pungutan Hasil Perikanan bagi Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri di Bidang Perikanan. Peraturan ini tentu saja untuk mengatur keberadaan kapal ikan asing serta mengatur penerimaan Negara Bukan pajak dari kapal ikan asing.

Sesuai dengan aturan dalam UNCLOS 1985 beserta aturan pendukungnya, maka pemanfaatan sumberdaya ikan di ZEE Indonesia oleh kapal ikan asing diatur dalam perjanjian bilateral. Pada era Departemen Kelautan dan Perikanan, Indonesia hanya memberikan izin kapal asing kepada 3 Negara yaitu RRC, Thailand dan Philiphina yang tertuang dalam Billateral Arrangement (BA) dengan 3 negara tersebut. Perjanjian Bilateral Arrangement antara pemerintah RI dengan Philipina telah berakhir pada tanggal 3 Desember 2005 dan Bilateral Arrangement antara pemerintah RI dengan Thailand telah berakhir sejak tanggal 16 September 2006. Kerjasama dengan negara Thailand dilanjutkan dalam bentuk joint venture, sewa, atau impor kapal oleh PMA atau perusahaan swasta nasional yang menggunakan eks kapal lisensi (eks. Kapal ikan berbendera Thailand) sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Permen 17/Men/2006. Perjanjian Bilateral Arrangement antara pemerintah RI dengan RRC akan berakhir pada Juli 2007, dan saat ini sedang dilakukan pertemuan antara kedua negara dalam rangka membahas kelanjutan kerjasama bidang perikanan.
Untuk sistem sewa, ijin kapal yang diberikan masih dalam bentuk ijin kapal asing (SIPI-OA/SIKPI-OA). Sistem sewa sebenarnya sudah pernah diatur pada era Departemen Pertanian dengan terbitnya SK Mentan No. 508/Kpts/ PL.810/7/1996 tentang Pengadaan Kapal Perikanan Berbendera Asing dengan Cara Sewa untuk menangkap ikan di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia. Kemudian dihapus dengan SK Mentan No. 941/Kpts./PL.810/10/1997 tentang perubahan Keputusan Menteri Pertanian No. 508/Kpts/ PL.810/7/1996 tentang Pengadaan Kapal Perikanan dan Penghapusan Sistem Sewa Kapal Perikanan Berbendera Asing.
Sistem skim lisensi yang pernah dilaksanakan memang mempunyai keuntungan yaitu peningkatan devisa dari pungutan perikanan kapal asing yang signifikan serta Fee yang meningkat. Tetapi juga banyak merugikan karena menyebabkan armada nasional tidak berkembang, dominannya tenaga kerja asing serta pengurasan SDI terutama di wilayah perairan tempat beroperasinya kapal ikan asing. Diharapkan dengan sistem joint venture agar armada nasional meningkat karena kapal ikan asing akan berubah kepemilikan atau alih bendera sehingga akan menambah jumlah armada nasional. Disamping itu armada perikanan nasional diharapkan bertambah dari kapal ikan yang akan dibangun di Indonesia.
Dengan terbitnya KEPMEN 05 Tahun 2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap, komitmen Pemerintah Indonesia untuk tidak melanjutkan sistem skim lisensi kapal asing sesuai dengan BA 3 (tiga) negara, tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan armada perikanan nasional. Sedangkan sistem joint venture bagi Indonesia diharapkan agar adanya penyertaan modal dari pengusaha perikanan Indonesia serta diharuskan membangun unit pengolahan perikanan sehingga akan meningkatkan usaha pengolahan dan pemasaran ikan di Indonesia.

Sesuai dengan visi Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, yaitu “Industri Perikanan Tangkap Indonesia yang Lestari, Kokoh, dan Mandiri pada Tahun 2020”, maka sudah sepatutnya peningkatan armada nasional dan kemampuan armada nasional menjadi penting. Karena dengan tidak adanya kapal ikan asing, armada nasional diharapkan akan memanfaatkan potensi sumberdaya ikan di perairan nasional kita. Penguatan kemampuan armada nasional juga harus dimbangi dari meningkatnya kemampuan dan kapasitas dari unit-unit pengolahan dan pemasaran ikan dalam negeri, sehingga Industri perikanan tangkap yang kokoh dan mandiri akan kita raih.
Penegakan hukum di laut terhadap IUU Fishing juga kita harapkan untuk melindungi kepentingan armada perikanan nasional. Sehingga pada gilirannya, peningkatan produksi perikanan laut dari armada nasional akan kita raih.