Rabu, 10 Februari 2016

PENGELOLAAN EKOSISTEM PADANG LAMUN UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PESISIR

PENGELOLAAN EKOSISTEM PADANG LAMUN UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PESISIR Tugas Paper Mata Kuliah Biodiversitas Laut Dosen: Dra Titi Soedjiarti, SU Eko Prasetyo Budi NPM : 1506693512 PROGRAM STUDI SAINS HAYATI KELAUTAN MAGISTER ILMU KELAUTAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA 2015 A. PENDAHULUAN Daerah perairan pantai adalah wilayah perairan yang berada antaraujung paparan benua dengan kedalaman laut sekitar 200 m sampai pantaiyang didalamnya terdapat ekosistem mangrove, terumbu karang, estuari,padang lamun, sumberdaya hayati dan nonhayati, serta fasilitas-fasilitas sepertipelabuhan dan pemukiman dan panorama pesisir. Sering dapat dilihat hamparan hijau pada dasar laut di pinggir pantai yang menyerupai padang rumput hijau, yang tidak lain adalahpadang-lamun atau yang populer dikenal denganseagrass. Seagrass adalah tempat hidup bagi banyak organisme, seperti ikan, kepiting, udang,lobster, seaurchin (bulu babi), dan lainnya.Sebagian besar organismapantai (ikan, udang, kepiting dll) mempunyai hubungan ekologis denganhabitat lamun. Sebagai habitat yang ditumbuhi berbagai spesies lamun,padang lamun memberikan tempat yang sangat strategis bagi perlindunganikan-ikan kecil dari "pengejaran" beberapa predator, juga tempat hidup dan mencari makan bagi beberapa jenis udang dan kepiting. Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh proses kehidupan berlangsung di lingkungan perairan laut dangkal (Susetiono, 2004). Lamun merupakan satu satunya tumbuhan angiospermae atau tumbuhan berbunga yang memiliki daun, batang, dan akar sejati yang telah beradaptasi untuk hidup sepenuhnya di dalam air laut (Tuwo, 2011). Pola hidup lamun sering berupa hamparan, maka dikenal juga istilah padang lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih, dengan sirkulasi air yang baik. Air yang bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zat-zat hara dan oksigen, serta mengangkut hasil metabolisme lamun ke luar daerah padang lamun (Den Hartog, 1970 dalam Hendra, 2011). Tumbuhan lamun mempunyai beberapa sifat yang memungkinkannya hidup dilingkungan laut, yaitu : 1) mampu hidup di media air asin; 2) mampu berfungsi normal dalam kondisi terbenam; 3) mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang baik; 4) mampu melakukan penyerbukan dan daun generafit dalam keadaan terbenam (Den Hartog, 1970 dalam Kordi, 2011). BAB II PEMBAHASAN Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air, beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut, ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove dan ekosistem padang lamun yang saling berkaitan dari setiap ekosistem ( Gambar 1 ). Gambar 1. Interaksi Antara Tiga Ekosistem Laut Dangkal (UNESCO, 1983 dalam Hutomo 1997) Beberapa contoh interaksi antara tiga ekosistem yaitu, hutan mangrove sejati biasanya tumbuh di daerah yang terlindung dari pengaruh ombak dan arus yang kuat. Terumbu karang dan lamun disini berfungsi sebagai penahan ombak dan arus yang kuat untuk memperlambat pergerakannya. Ini merupakan salah satu interaksi fisik dari terumbu karang dan lamun terhadap mangrove sehingga mangrove terlindungi dari ombak dan arus yang kuat. Hutan mangrove kaya akan sedimen yang mengendap di dasar perairan. Apabila sedimen ini masuk ke ekosistem lamun maupun terumbu karang dengan jumlah yang sangat banyak dan terus menerus oleh pengaruh hujan lebat, penebangan hutan mangrove maupun pasang surut dapat mengeruhkan perairan, maka ini akan mempengaruhi fotosintesis dari lamun dan zooxanthela yang hidup pada karang. Sedimen yang membuat perairan keruh akan berdampak pada berkurangnya penetrasi cahaya matahari (kecerahan). Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang. Dan ini akan mempengaruhi persebaran dan kelimpahan lamun serta terumbu karang secara vertikal dan horizontal. Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah padang lamun. Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai dari substrat berlumpur sampai berbatu. Namun padang lamun yang luas lebih sering ditemukan di substrat lumpur-berpasir yang tebal antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang. Sedangkan sistem organisasi ekologi padang lamun yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut ekosistem lamun yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir atau laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih, dengan sirkulasi air yang baik. Air yang bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zat-zat hara dan oksigen, serta mengangkut hasil metabolisme lamun ke luar daerah padang lamun. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 60 jenis lamun, yang terdiri atas 2 suku dan 12 marga (Kuo dan Mccomb 1989), dimana di Indonesia ditemukan sekitar 13 jenis yang terdiri atas 2 suku dan 7 marga. Mereka hidup dan berkembang baik pada lingkungan perairan laut dangkal, muara sungai, daerah pesisir yang selalu mendapat genangan air atau terbuka ketika saat air surut. Tempat tumbuhnya adalah dasar pasir, pasir berlumpur, lumpur dan kerikil karang bahkan ada jenis lamun yang mampu hidup pada dasar batu karang. Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir dan sering juga dijumpai di terumbu karang. Lamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah dan menyebarkan bibit seperti halnya tumbuhan darat. Klasifikasi lamun adalah berdasarkan karakter tumbuh-tumbuhan. Selain itu, genera di daerah tropis memiliki morfologi yang berbeda sehingga perbedaan spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran morfologi dan anatomi (Tengke, 2010). Secara morfologi jenis lamun Enhalus acoroides (Gambar 1) akan tumbuhan tropis yang mempunyai akar kuat dan diselimuti oleh benang-benang hitam yang kaku. Rhizomanya tertanam di dalam substrat. Pada akarnya terdapat rambut bisus. Daun-daunnya sebanyak 2 atau 4 helai yang ujungnya membulat. Panjang daun lebih dari 1 m dan lebar 1,5 cm. Buah berbentuk bulat telur berukuran 4-7 cm. Lamun tropis tumbuh di perairan dangkal dengan substrat pasir berlumpur. Lamun ini tumbuh subur di daerah yang terlindung di pinggir bawah dari mintakat pasang surut dan di batas atas mintakat bawah litoral.
Gambar 1. Enhalus acoroides Spesies Halophila ovalis (Gambar 2) atau lamun sendok (spoon grass) adalah lamun yang mempunyai tangkai ramping, berdiameter 1 mm, hampir tidak berwarna dan merayap. Sepanjang tangkai yang merayap muncul daun-daun berpasangan ke atas di bawah permukaan air dan akar-akarnya kecil ramping ke bawah, ke dalam tanah. Daun-daun bundar telur (oval) tipis berwarna hijau dengan warna kemeah-merahan berukuran panjang 10-15 mm dan lebar 5-10 mm. Masing-masing daun ditunjang oleh tangkai (petiole) berukuran panjang 8-15 mm dan diameter 0,5 mm. Di daerah yang terlindung, lamun sendok membentuk permadani tumbuh-tumbuhan di antar air surut rata-rata pada pasang surut bulan-setengah dan air surut rata-rata pada pasang surut purnama, memberikan lingkungan yang cocok untuk pelekatan alga. Di lingkungan ini lamun sendok membentuk tajuk (canopy). Lamun sendok mempunyai bunga berkelamin tunggal dan soliter. Lamun sendok terdapat di pantai pasir, di paparan terumbu dan di dasar pasir lumpur dari pasang surut rata-rata sampai batas bawah dari daerah pasang surut (Romimohtarto dan Juwana, 2001 dalam Kordi, 2011).
Gambar 2. Halophila ovalis Susetiono (2007) menyatakan bahwa habitat lamun jenis Halophila minor (Gambar 3) serta helaian daunnya sangat mirip dengan Halophila ovalis tetapi lebih kecil (0,7-1,4 cm) dan jumlah urut daun juga lebih sedikit (3-8 pasang), rimpang tipis dan mudah patah, mampu hidup diperairan yang berlumpur.
Gambar 3. Halophila minor Spesies Cymodoceae rotundata (Gambar 4) atau dikenal sebagai lamun ujung bulat (round tipped seagrass) tumbuh di substrat pasir, kadang pecahan karang dan sedikit berlumpur. Lamun ini mempunyai daun berukuran panjang 7-20 cm dan lebar 2-4 mm, mempunyai 7-15 tulang daun dan 2-7 helai daun perpangkal. Ujung daun halus membulat dan tumpul (Kordi, 2011).
Gambar 4. Cymodoceae rotundata Sama halnya dengan Cymodocea rotundata, bentuk daunnya melengkung menyerupai selempang bagian pangkal menyempit dan ke arah ujung agak melebar. Panjang dan lebarnya juga hampir sama berkisar 5-15 m dan 2-4 mm. Yang membedakannya dengan ujung daun dari Cymodocea serrulata (Gambar 5) adalah ujung daunnya bergerigi dengan tulang daun berjumlah 13-17.
Gambar 5. Cymodocea serrulata Susetiono, (2007) menyatakan bahwa lamun jenis Thalassia henprichii (Gambar 6) mempunyai rimpang agak membulat, daun tebal dan agak melengkung. Bunga jantan mempunyai tangkai pendukung pendek saja,yaitu sekitar 3 cm (atas inzet). Sedangkan bunga betina tangkai pendukungnya lebih pendek, yaitu berkisar antara 1-1,5 cm dan buahnya terbagi dalam 8-20 keping yang tidak beraturan. Umumnya hidup berdampingan dengan jenis lainnya seperti Enhalus acoroides. Bila mendominasi selalu membentuk kelompok vegetasi yang rapat (bawah). Spesies Thalassia henprichii tumbuh di substrat berpasir hingga pada pecahan karang mati dan sering menjadi spesies dominan pada padang lamun campuran dan melimpah (Kordi, 2011).
Gambar 6. Thalassia hemprichii H. uninervis (Gambar 7) adalah lamun sublittoral ditemukan dari pertengahan pasang surut hingga kedalaman 20 m. Umumnya pada kedalaman antara 0-3 m di laguna sublittoral dan di dekat terumbu karang. H. uninervis dapat tumbuh di berbagai habitat yang berbeda. Lamun ini dapat membentuk padang rumput padat bercampur dengan spesies lamun lain (Carruthers et al, 2007 dalam Hendra, 2011). Jenis ini termasuk dalam famili Potamogetonaceae. Ciri khas dari famili ini memiliki bentuk daun Parvozosterids, dengan daun memanjang dan sempit. Ujung daunnya yang berbentuk trisula dengan satu vena sentral yang membujur dengan ukuran lebar daun 1-1,7 mm. Umur daun ±55 hari dengan produksi tegakan sebanyak 38 tegakan/tahun (Vermaat et al, 1995).
Gambar 7. Halodule uninervis Syringodium isoetifolium (Gambar 8) termasuk dalam Family Potamogetonaceae dengan ciri-ciri utama yaitu tidak memiliki ligula seperti pada Family Hydrocaritaceae. Ditemukan di seluruh wilayah Indo-Barat Pasifik Tropis. Tumbuh dengan kepadatan tinggi tanpa spesies lain. Namun bila tumbuh dengan spesies lain ukurannya akan lebih kecil. Jenis lamun ini jarang ditemukan di daerah intertidal dangkal (McKenzie, 2007 dalam Hendra, 2011).
Gambar 8. Syringodium isoetifolium Lamun hidup dan terdapat pada daerah mid-intertidal sampai kedalaman 0,5-10 m, dan sangat melimpah di daerah sublitoral. Jumlah spesies lebih banyak terdapat di daerah tropik dari pada di daerah ugahari (Barber, 1985 dalam Tangke, 2010). Habitat lamun dapat dilihat sebagai suatu komunitas, dalam hal ini suatu padang lamun merupakan kerangka struktur dengan tumbuhan dan hewan yang saling berhubungan. Habitat lamun dapat juga dilihat sebagai suatu ekosistem, dalam hal ini hubungan hewan dan tumbuhan tadi dilihat sebagai suatu proses yang dikendalikan oleh pengaruh-pengaruh interaktif dari faktor-faktor biologis, fisika, kimiawi. Ekosistem padang lamun pada daerah tropik dapat menempati berbagai habitat, dalam hal ini status nutrien yang diperlukan sangat berpengaruh. Lamun dapat hidup mulai dari rendah nutrien dan melimpah pada habitat yang tinggi nutrien. Tangke (2010) menyatakan bahwa lamun pada umumnya dianggap sebagai kelompok tumbuhan yang homogen. Lamun terlihat mempunyai kaitan dengan habitat dimana banyak lamun (Thalassia) adalah substrat dasar dengan pasir kasar. Dinyatakan pula bahwa Enhalus acoroides dominan hidup pada substrat dasar berpasir dan pasir sedikit berlumpur dan kadang-kadang terdapat pada dasar yang terdiri atas campuran pecahan karang yang telah mati. Lamun menunjukkan adanya bentuk keseragaman yang tinggi pada reproduksi vegetatifnya. Hampir semua marga lamun memperlihatkan perkembangan yang baik dari rimpang (rhizome) dan bentuk daun yang pipih dan memanjang, kecuali pada marga Halophila. Jadi umumnya lamun akan menjadi kelompok homogen dengan tipe pertumbuhan "enhalid" (Azkab, 2000). Menurut Den Hartog (1967) dalam Hendra (2011), karakteristik pertumbuhan lamun dapat dibagi enam kategori yaitu; 1. Parvozosterids, dengan daun memanjang dan sempit: Halodule, Zostera sub-marga Zosterella. 2. Magnozosterids, dengan daun memanjang dan agak lebar: Zostera sub-marga Zostera, Cymodocea dan Thalassia. 3. Syringodiids, dengan daun bulat seperti lidi dengan ujung runcing: Syringodium 4. Enhalids, dengan daun panjang dan kaku seperti kulit atau berbentuk ikat pinggang yang kasar Enhalus, Posidonia, Phyllospadix. 5. Halophilids; dengan daun bulat telur, elips, berbentuk tombak atau panjang, rapuh dan tanpa saluran udara: Halophila 6. Amphibolids, daun tumbuh teratur pada kiri dan kanan: Amphibolis, Thalassodendron, dan Heterozostera. Pada ekosistem padang lamun berasosiasi berbagai jenis biota laut yang bernilai penting dengan tingkat keragaman yang sangat tinggi. Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Menurut (Azkab 1999) pada ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang paling produktif. Disamping itu juga ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan penguraian organisme yang telah mati di laut dangkal (Bengen 2001), seperti : a. Sebagai produsen primer : Lamun memiliki tingkat produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada dilaut dangkal seperti ekosistem terumbu karang b. Sebagai habitat biota : Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makanan berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan karang (coral fishes) c. Sebagai penangkap sedimen : Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan disekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan. Jadi, padang lamun disini berfungsi sebagai penangkap sedimen dan juga dapat mencegah erosi. d. Sebagai pendaur zat hara: Lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka dilingkungan laut. Khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algae epifit. Sedangkan menurut (Philips dan Menez 1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem bahari yang produktif, ekosistem lamun pada perairan dangkal berfungsi sebagai a. Menstabilkan dan menahan sedimen-sedimen yang dibawa melalui Tekanan - tekanan dari arus dan gelombang. b. Daunnya memperlambat dan mengurangi arus dan gelombang serta mengembangkan sedimentasi. c. Memberikan perlindungan terhadap hewan-hewan muda dan dewasa yang berkunjung ke padang lamun d. Mempunyai produktifitas dan pertumbuhan yang tinggi. e. Menfiksasi karbon yang sebagian besar masuk ke dalam sistem daur Selain itu secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu : a. Produsen detritus dan zat hara. b. Mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem c. Perakaran yang padat dan saling menyilang. d. Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini. e. Sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari Selanjutnya dikatakan (Philips dan Menez 1988), lamun juga sebagai komoditi yang sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat baik secara tradisional maupun secara modern. Secara tradisional lamun telah dimanfaatkan sebagai : 1. Untuk kompos dan pupuk 2. Dianyam menjadi keranjang 3. Mengisi kasur 4. Bahan makanan Pada zaman modern ini, lamun telah dimanfaatkan sebagai untuk: 1. Penyaring limbah 2. Stabilizator pantai 3. Bahan untuk pabrik kertas 4. Bahan makanan 5. Obat-obatan dan sumber bahan kimia Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 55 spesies lamun. Di Indonesia ditemukan 12 spesies lamun yg termasuk ke dalam 2 famili (suku), yaitu : (1) Hydrocharitaceae dan (2) Potamogetonaceae. . Jenis lamun yang ada di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 1. Jenis-jenis lamun yang terdapat di Indonesia
Menurut para ahli ada beberapa karakteristik padang lamun di antaranya : 1. Tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. 2. Mempunyai beberapa sifat yang memungkinkannya hidup di lingkungan laut: (1) mampu hidup di media air asin, (2) mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam, (3) mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang baik, dan (4) mampu melaksanakan penyerbukan dan daur generatif dalam keadaan terbenam 3. Memiliki sistem perakaran yang nyata, dedaunan, sistem transportasi internal untuk gas dan nutrien, serta stomata yang berfungsi dalam pertukaran gas. 4. Tumbuh subur terutama di daerah terbuka pasang surut dan perairan pantai atau goba yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil dan patahan karang mati, dengan kedalaman sampai 4 meter. Dalam perairan yang sangat jernih, beberapa jenis lamun bahkan ditemukan sampai kedalaman 8 – 15 dan 40 meter (dasar laut yg masih dpt dijangkau oleh cahaya matahari yg memadai bagi pertumbuhannya). 5. Membentuk vegetasi tunggal dan vege-tasi campuran. Spesies lamun yang biasanya tumbuh dengan vegetasi tunggal adalah Thalasia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Halodule uninervis, Cymodocea serrulata dan Thalassodendron ciliatum. 6. Lamun bervegetasi tunggal ditemukan pada substrat lumpur dekat mangrove ke arah laut, sementara yang bervegetasi campuran terbentuk di daerah intertidal yang lebih rendah dan subtidal yang dangkal 7. Padang lamun tumbuh dengan baik di daerah yang terlindung dan bersubstrat pasir, stabil serta dekat sedimen yang bergerak horizontal. 8. Pertumbuhan lamun diduga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal seperti kondisi fisiologis dan metabolisme, serta faktor-faktor eksternal seperti zat-zat hara (nutrient) dan tingkat kesuburan perairan. 9. Terdiri atas 12 genera; 7 diantaranya adalah tropics (Halodule, Cymodocea, Syringodium, Thalassodendron, Enhalus, Thalassia dan Halophila) dan 5 terdapat di perairan temperate (Zostera, Phyllospadix, Heterozostera, Posidonia dan Amphibolis). Pada ekosistem padang lamun hidup beranekaragam biota laut, seperti : Ikan, krustasea, moluska (Pinna sp., Lambis sp., Strombus sp.), Ekinodermata (Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., Archaster sp. Linckia sp.), dan cacing laut (Polikaeta). Berdasarkan nilai produktivitas padang lamun, asosiasi organisme, uraian tentang biota dan sumberdaya hayati laut dan tujuannya menem pati atau mengunjungi padang lamun, maka dapat disimpulkan bahwa pada ekosistem padang lamun terdapat tiga tipe rantai makanan, yaitu : 1. Rantai Makanan Detritus (Detritus Food Chain), karena sebagian besar biota yang hidup pada ekosistem padang lamun menanfaatkan serasah lamun sebagai makanan (sumber energi). 2. Rantai Makanan Merumput (Grazing Food Chain), karena sejumlah fauna laut termasuk reptilia dan mamalia laut menggunakan padang lamun sebagai padang penggembalaan. 3. Rantai makanan plankton (Plankton Food Chain). Ketiga rantai makanan tersebut membentuk jala makanan pada ekosistem padang lama
Gambar 3.Beberapa biota yg mengkolonisasi padang lamun (Bengen, 2002) Pada dasarnya ekosistem lamun memiliki fungsi yang hampir sama dengan ekosistem lain di perairan seperti ekosistem terumbu karang ataupun ekosistem mangrove, seperti sebagai habitat bagi beberapa organism laut, juga tempat perlindungan dan persembunyian dari predator. Menurut Azkab (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang paling produktif. Di samping itu ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal, menurut hasil penelitian diketahui bahwa peranan lamun di lingkungan perairan laut dangkal sebagai berikut: 1. Sebagai Produsen Primer Lamun mempunyai tingkat produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal seperti ekosistem terumbu karang (Thayer et al. 1975). 2. Sebagai Habitat Biota Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun (seagrassbeds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makan dari berbagai jenis ikan herbivora dan ikan–ikan karang (coral fishes) (Kikuchi & Peres, 1977). 3. Sebagai Peredam Arus dan Penangkap Sedimen Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaaan. Jadi padang lamun yang berfungsi sebagai penangkap sedimen dapat mencegah erosi (Gingsburg & Lowestan 1958). 4. Sebagai Pendaur Zat Hara Lamun memegang peranan penting dalam pendauran barbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka di lingkungan laut.Khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algae epifit. Selain fungsi ekologis, dibutuhkan beberapa parameter lingkungan yang mempengaruhi kelestarian padang lamun yaitu : 1. Kecerahan 2. Temperatur 3. Salinitas 4. Substrat 5. Kecepatan arus 6. Sedimentasi (pencemaran) Tabel 2. Kegiatan di Padang Lamun dan Dampak Potensial yang Ditimbulkannya No. Kegiatan Dampak Potensial 1 Pengerukan dan pengurungan yang berkaitan dengan pembangunan pemukiman pinggir laut, pelabuhan, industri, saluran navigasi. • Perusakan total padang lamun. • Perusakanhabitat di lokasi pembangunan hasil pengerukan. • Dampak sekunder pada perairan dengan meningkatnya kekeruhan air, terlapisnya insang hewan air. 2 Pencemaran limbah industri, terutama logam berat, senyawa organoklorin • Terjadi akumulasi logam berat padang lamun melalui proses biological magnification. 3 Pembuangan sampah organik • Penurunan kandungan oksigen terlarut. • Dapat terjadieutrofikasi yg mengakibatkan blooming (peledakan) perifiton yg menempel di daun lamun, dan juga meningkatkan kekeruhan yg dpt menghalangi CM 4 Pencemaran oleh limbah pertanian • Pencemaran pestisida dapat mematikan hewan yang berasosiasi dengan padang lamun. • Pencemaran pupuk mengakibatkan eutrofi kasi di perairan padang lamun & sekitarnya. 5 Pencemaran minyak • Lapisan minyak pd daun lamun dapat mengha langi proses fotosintesa. • Mematikan tumbuhan lamun 6 Pemanfaatan SD padang lamun • Perubahan struktur vegetasi padang lamun. • Perubahan substrat dasar padang lamun yg dpt mengganggu pertumbuhan lamun. • Menurunnya fungsi padang lamun sebagai habitat utama berbagai biota laut. Pelestarian ekosistem padang lamun merupakan suatu usaha yang sangat kompleks untuk dilaksanakan, karena kegitan tersebut sangat membutuhkan sifat akomodatif terhadap segenap pihak baik yang berada sekitar kawasan maupun di luar kawasan. Pada dasarnya kegiatan ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan dari berbagai kepentingan. Namun demikian, sifat akomodatif ini akan lebih dirasakan manfaatnya bilamana keberpihakan kepada masyarakat yang sangat rentan terhadap sumberdaya alam diberikan porsi yang lebih besar. Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah menjadikan masyarakat sebagai komponen utama penggerak pelestarian areal padang lamun. Oleh karena itu, persepsi masyarakat terhadap keberadaan ekosistem pesisir perlu untuk diarahkan kepada cara pandang masyarakat akan pentingnya sumberdaya alam persisir (Bengen, 2001). Salah satu strategi penting yang saat ini sedang banyak dibicarakan orang dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam, termasuk ekosistem padang lamun adalah pengelolaan berbasis masyakarakat (Community Based Management). Raharjo (1996) mengemukakan bahwa pengeloaan berbasis masyarakat mengandung arti keterlibatan langsung masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam di suatu kawasan.. Dalam konteks ini pula perlu diperhatikan mengenai karakteristik lokal dari masayakarakat di suatu kawasan. Sering dikatakan bahwa salah satu faktor penyebab kerusakan sumber daya alam pesisir adalah dekstrusi masayakarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, dalam strategi ini perlu dicari alternatif mata pencaharian yang tujuannya adalah untuk mangurangi tekanan terhadap sumberdaya pesisir termasuk lamun di kawasan tersebut. a. Pengelolaan Berwawasan Lingkungan Dalam perencanaan pembangunan pada suatu sistem ekologi pesisir dan laut yang berimplikasi pada perencanaan pemanfaatan sumberdaya alam, perlu diperhatikan kaidah-kaidah ekologis yang berlaku untuk mengurangi akibat-akibat negatif yang merugikan bagi kelangsungan pembangunan itu sendiri secara menyeluruh.Perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan laut perlu dipertimbangkan secara cermat dan terpadu dalam setiap perencanaan pembangunan, agar dapat dicapai suatu pengembangan lingkungan hidup di pesisir dan laut dalam lingkungan pembangunan. b. Pengelolaan Berbasis Masyarakat Menurut definisi, pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat adalah suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, dimanan pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan di suatu daerah terletak atau berada di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah tersebut (Carter, 1996). Pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat (community-base management) dapat didefinisikan sebagai proses pemberian wewenang, tanggung jawab, dan kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola sumberdaya lautnya, dengan terlebih dahulu mendefinisikan kebutuhan, keinginan, dan tujuan serta aspirasinya (Nikijuluw, 2002; Dahuri, 2003). Pengelolaan berbasis masyarakat yang dimaksudkan di sini adalah co-management (pengelolaan bersama), yakni pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat bersama-sama dengan pemerintah setempat, yang bertujuan untuk melibatkan masyarakat lokal secara aktif dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan suatu pengelolaan.Pengelolaan berbasis masyarakat berawal dari pemahaman bahwa masyarakat mempunyai kemampuan untuk memperbaiki kualitas hidupnya sendiri dan mampu mengelola sumberdaya mereka dengan baik, sehingga yang dibutuhkan hanyalah dukungan untuk mengelola dan menyadarkan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya yang tersedia secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhannya.Kegiatan pengelolaan berbasis masyarakat saat ini menunjukkan bahwa masyarakat masih membutuhkan dukungan dan persetujuan dari pemerintah setempat dalam hal pengambilan keputusan.Demikian pula dalam pelaksanaan suatu kegiatan, dukungan pemerintah masih memegang peranan penting dalam memberikan pengarahan, bantuan teknis, dan merestui kegiatan yang sudah disepakati bersama. Sebaliknya, bila tidak ada dukungan partisipasi masyarakat terhadap program yang sudah direncanakan oleh pemerintah, maka hasilnya tidak akan optimal. Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat dan pemerintah setempat secara bersama-sama sangatlah penting sejak awal kegiatan. Konsep pengelolaan yang mampu menampung banyak kepentingan, baik kepentingan masyarakat maupun kepentingan pengguna lainnya adalah konsep Cooperative Management (Pomeroy dan Williams, 1994).Dalam konsep Cooperative Management, ada dua pendekatan utama yaitu pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah (goverment centralized management) dan pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat (community based management). Dalam konsep ini masyarakat lokal merupakan partner penting bersama-sama dengan pemerintah dan stakeholders lainnya dalam pengelolaan sumberdaya alam di suatu kawasan. Masyarakat lokal merupakan salah satu kunci dari pengelolaan sumberdaya alam, sehingga praktek-praktek pengelolaan sumberdaya alam yang masih dilakukan oleh masyarakat lokal secara langsung menjadi bibit dari penerapan konsep tersebut.Tidak ada pengelolaan sumberdaya alam yang berhasil dengan baik tanpa mengikutsertakan masyarakat lokal sebagai pengguna dari sumberdaya alam tersebut. Menurut Dahuri (2003) mengatakan bahwa ada dua komponen penting keberhasilan pengelolaan berbasis masyarakat, yaitu: (1) konsensus yang jelas dari tiga pelaku utama, yaitu pemerintah, masyarakat pesisir, dan peneliti (sosial, ekonomi, dan sumberdaya), dan (2) pemahaman yang mendalam dari masing-masing pelaku utama akan peran dan tanggung jawabnya dalam mengimplementasikan program pengelolaan berbasis masyarakat. Konsep pengelolaan berbasis masyarakat memiliki beberapa aspek positif (Carter, 1996), yaitu: (1) mampu mendorong timbulnya pemerataan dalam pemanfaatan sumberdaya alam, (2) mampu merefleksi kebutuhan-kebutuhan masyarakat lokal yang spesifik, (3) ampu meningkatkan efisiensi secara ekologis dan teknis, (4) responsif dan adaptif terhadap perubahan kondisi sosial dan lingkungan lokal, (5) mampu meningkatkan manfaat lokal bagi seluruh anggota masyarakat yang ada, (6) mampu menumbuhkan stabilitas dan komitmen, dan (7) masyarakat lokal termotivasi untuk mengelola secara berkelanjutan. Pengelolaan ekosistem padang lamun pada dasarnya adalah suatu proses pengontrolan tindakan manusia agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan secara bijaksana dengan mengindahkan kaidah kelestarian lingkungan. Apabila dilihat permasalahan pemanfaatan sumberdaya ekosistem padang lamun yang menyangkut berbagai sektor, maka pengelolaan sumberdaya padang lamun tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri, tetapi harus dilakukan secara terpadu oleh beberapa instansi terkait. Kegagalan pengelolaan sumberdaya ekosistem padang lamun ini, pada umumnya disebabkan oleh masyarakat pesisir tidak pernah dilibatkan, mereka cenderung hanya dijadikan sebagai obyek dan tidak pernah sebagai subyek dalam program-program pembangunan di wilayahnya. Sebagai akibatnya mereka cenderung menjadi masa bodoh atau kesadaran dan partisipasi mereka terhadap permasalahan lingkungan di sekitarnya menjadi sangat rendah. Agar pengelolaan sumberdaya ekosistem padang lamun ini tidak mengalami kegagalan, maka masyarakat pesisir harus dilibatkan. Dalam pengelolaan ekosistem padang lamun berbasis masyarakat ini, yang dimaksud dengan masyarakat adalah semua komponen yang terlibat baik secara langsung maupun tak langsung dalam pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem padang lamun, diantaranya adalah masyarakat lokal, LSM, swasta, Perguruan Tinggi dan kalangan peneliti lainnya. Pengelolaan sumberdaya ekosistem padang lamun berbasis masyarakt dapat diartikan sebagai suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada masyarakat dan dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan aspek ekonomi dan ekologi. Dalam konteks pengelolaan sumberdaya ekosistem padang lamun berbasis masyarakat, kedua komponen masyarakat dan pemerintah sama-sama diberdayakan, sehingga tidak ada ketimpangan dalam pelaksanaannya. Pengelolaan berbasis masyarakat harus mampu memecahkan dua persoalan utama, yaitu: (1) masalah sumberdaya hayati (misalnya, tangkap lebih, penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, kerusakan ekosistem dan konflik antara nelayan tradisional dan industri perikanan modern), dan (2) masalah lingkungan yang mempengaruhi kesehatan sumberdaya hayati laut (misalnya, berkurangnya daerah padang lamun sebagai daerah pembesaran sumberdaya perikanan, penurunan kualitas air, pencemaran). Perumusan kebijaksanaan pengelolaan ekosistem padang lamun memerlukan suatu pendekatan yang dapat diterapkan secara optimal dan berkelanjutan melalui pendekatan keterpaduan. Pendekatan kebijakan ini mengacu kepada pendekatan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu, yaitu pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang ada di wilayah pesisir. Hal ini dapat dilakukan dengan cara penilaian menyeluruh, menentukan tujuan dan sasaran pemanfaatan, serta merencanakan kegiatan pembangunan. Pengelolaan ekosistem padang lamun secara terpadu mencakup empat aspek, yaitu: (1) keterpaduan wilayah/ekologis; (2) keterpaduan sektoral; (3) keterpaduan disiplin ilmu; dan (4) keterpaduan stakeholders (pemakai). PENUTUP Merujuk pada kenyataan bahwa padang lamun mendapat tekanan gangguaun utama dari aktivitas manusia maka untuk merehabilitasinya dapat dilakukan melalui dua pendekatan: yakni ; 1) Rehabiltasi lunak (soft Rehabilitation), dan 2) rehabilitasi keras (Hard Rehabilitation) a) Rehabilitasi lunak Rehabilitasi lunak lebih menekankan pada pengendalian perilaku manusia.Rehabilitasi lunak mencakup hal-hal sebagai berikut: 1) Kebijakan dan strategi pengelolaan. Dalam pengelolaan lingkungan diperlukan kebijakan dan strategi yan jelas untuk menjadi acuan pelaksanaan oleh para pemangku kepentingan ( stake holdes). 2) Penyadaran masyarakat (Public awareness). Penyadaran masyarakat dapa dilaksanakan dengan berbagai pendekatan. 3) Pendidikan. Pendidikan mengenai lingkungan termasuk pentingnya melestarikan lingkungan padang lamun. Pendidikan dapat disampaikan lewat jalan pendidikan formal dan non-formal. 4) Pengembangan riset.Riset diperlukan untukmendapatkan informasi yang akurat untuk mendasari pengambilan Keputusan dalam pengelolaan lingkungan. 5) Mata pencaharian yang alternatif. Perlu dikembangkan berbagai kegiatan untuk mengembangkan mata pencarian alternatif yang ramah lingkungan yang dapat dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang sejahtera akan lebih mudah diajak untuk menghargai dan melindungi lingkungan. 6) Pengikut sertaan masyarakat. Pertisipasi masyrakat dalam berbagai kegiatan lingkungan apat memberi motivasi yang lebih kuat dan lebih menjamin keberlanjutanya.Kegiaan bersih pantai dan pengelolaan sampah misalnya merupakan bagian dari kegiatan ini. 7) Pengembangan Daerah Pelindungan Padang Lamun (segrass sanctuary)berbasis masyarakat. Daerah perlidungan padang lamun merupakan bank sumberdaya yang dapat lebih menjamin ketersediaan sumberdaya ikan dalam jangka panjang. 8) Peraturan perundangan.Pengembangan peraturan perundangan perlu dikembangkan dan dilaksanakan dengan tidak meninggalkan kepentingan masyarakat luas.Keberadaan hukum adat, serta kebiasaan masyarakat lokal perlu dihargai dan dikembangkan. 9) Penegakan huku secara konsisten. Segala peraturan perundangan tidak akan ada dimankan bila tidak ada ditegakan secara konsisten. Lembaga-lembaga yang terkait dengan penegakan hukum perlu diperkuat, termasuk lembaga-lembaga adat. b) Rehabilitasi Keras Rehabiltasi keras menyangkut kegiatan langsung perbaikan lingkungan dilapangan.Ini dapat dilaksanakan misalnya dengan rehabilitasi lingkungan atau dengan transplantasi lamun dilingkungan yang perlu direhabilitasi.Kegiatan transplantasi lamun di Indonesia belum berkembang luas.Berbagai percobaan transplantasi lamun telah dilaksanakanoleh Pusat Penelitian Oseanografi LIPIyang masih dalam taraf awal. Pengembangan transplantasi lamun telah dilaksanakan diluar negeri dengan berbagai tingkat keberhasilan, (Himnasurai Untama, 2012) DAFTAR PUSTAKA Arifbayuadi, 2010. Pengelolaan Ekosistem Lamun. Word Press.com Dahuri, dkk. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita, Jakarta. Gufron & Kordi, 2011. Ekosistem Padang Lamun, Fungsi Potensi dan Pengelolaan. Rineka Cipta Jakarta Himnasurai Untama, 2012. Pengelolaan Padang Lamun. Blog Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (Himnasurai), Universitas Antakusuma Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah

Tidak ada komentar: